Senin, 09 April 2012

doc. Idrus Bin Harun
Ia menopang dagu. Tidak dengan kedua tangan berpangku. Ia melihat sesuatu. Melihat, menatap, dan kemudian bersepakat dengan isi kepalanya sendiri. Menyimpulkan apa yang dilihat, kemudian memahami tentang bentuk-bentuk, wujud atau rupa segala benda. Lantas ketika itu benda tersimpul manis dalam otak di kepala, ia mencerna sendiri pemahaman yang kasat mata.

Ia masih belia saja. Tidak kecil, tapi belum juga dewasa. Ia menghabiskan waktu di sekolah. Di rumah, di taman-taman, sambil bergenggam tangan dengan beberapa teman untuk bermain sesuka hatinya. Ketika bermain pun, ia tak sedang main-main sebenarnya. Sebab bermain di alam terbuka adalah bentuk pelajaran lain yang tak ada dalam kurikulum guru atau pun ibu.

Ini zaman penuh semilir angin, ungkap kita tentang apa yang ada dalam pikirannya. Sebab tak ada zaman lain selain ketika ia masih dilingkup umur yang belum benar-benar berumur. Dan kita, adalah orang-orang yang kepada mereka mesti banyak menyempatkan waktu untuk sering-sering bersapa tegur.

0 komentar:

Posting Komentar

Media Partner

Kabar Dari Aceh

Kumpulan Cerpen Kompas

Blogroll

About