Selasa, 24 April 2012

source: http://jurnaljokosuseno.blogspot.com/
Anakku, sekali ini tataplah lekat-lekat. Wajah ibumu ini. Wajah yang kian mengkerut saja seiring berjalannya waktu. Wajah yang puluhan tahun menanggung beban, menempuh banyak ruas jalan. Kini, kamu telah besar dewasa. Sudah beranak pinak juga. Entah berapa banyak marah kulayangkan padamu. Ibu sudah terlalu tua untuk mengingatnya. Lupa juga kenapa sebabnya. Tapi, satu yang harus kau mengerti. Marah ibu, entah bersebab atau tidak, bukanlah bentuk kekurangan kasing sayangku padamu. Untuk ini, maafkanlah segala perbuatan ibu. Cita-citaku membesarkanmu tercapai sudah. Tak ada sesuatu apa yang kuharapkan darimu selain doa-doa. Tak ada lagi yang perlu ibu kerjakan kecuali menyibukkan diri dalam taubat dan doa pula. Sembari menanti ajal tiba yang entah kapan waktunya.
***
Anakku, sekali ini pulanglah. Jika tidak sibuk berkumpullah di rumah barang sehari dua. Bawa pulang serta anak-anak dan istri. Ingin kukecup dahimu barang sekali. Sekadar melepas rinduku pada wajah ayahmu yang telah duluan pergi. Pula, beberapa hari ini saya berfirasat pergi. Ayahmu sedang menanti. Aku tak seberapa tahu jadwal pergi. Tapi yang pasti firasat adalah pertanda dekat yang tak bisa dipungkiri. Anakku, pulanglah sebelum aku pergi. Ibu menanti sepenuh hati.

0 komentar:

Posting Komentar

Media Partner

Kabar Dari Aceh

Kumpulan Cerpen Kompas

Blogroll

About